Jumat, 10 Mei 2019

Berkreativitas Positif dalam Menikmati Club Sepakbola

Hasil gambar untuk supporter football smile
http://footballscoop.com
Sepakbola merupakan olahraga paling popular di Indonesia yang dapat menyedot animo penonton yang sangat besar.Para fans klub  sepakbola ini kemudian membuat sebuah basis supporter dari klub yang mereka dukung sehingga sehingga menjadi sebuah identitas yang tertanam dalam diri yang mana hal itu menjadi bagian dari harga diri mereka. Fanatisme fans sepakbola terhadap klub kebanggan dengan slogan yang sering dijumpai salah satunya yaitu sampai aku mati atau “…till I die”. Secara harfiah artinya mengorbankan nyawa untuk harga diri klub yang mereka dukung dengan doktrin yang keliru yaitu mereka harus berani melawan walauoun nyawa terancam sehingga kerusuhan yang terjadi seringkali menimbulkan korban jiwa. Rivalitas tim  dalam hal positif menjadi sebauh kemeriahan dalam kancah olahraga, dengan adanya rivalitas membuat pemain bisa termotivasi dan menjadi lebih baik lagi. Namun dalam sudut pandang supporter sebuah rivalitas diibaratkan musuh abadi sehingga menciptakan harga diri yang tinggi jika ada oknum yang memprovokasi atau mengejek klub rival yang kemudian dapat menimbulkan kerusuhan.

           

Rivalitas di Indonesia memang sudat terlewat batas manusiawi, sudah banyak yang meregangkan nyawa akibat kerusauhan yang terjadi karena mereka rela membunuh demi sebuah harga diri dan menunjukan eksitensi apalagi jika itu suportert rival.Di laga PSS vs PSIM korban yang meregang nyawa karena dikroyok sejumlah supporter merukakan korban yang masih dibawah umur, anak 16 tahun ini harus kehilangan nyawa karena ulah para supoter yang tidak pandang bulu bahkan di video penggkroyokan Haringga sirila saat Prsib vs Persija terdapat anak kecil sekitaran SD/SMP yang ikut menedangai korban yang bersimbah darah, hal itu seharusnya membuat anak kecil takut atau membuat psikologis anak terganggu dengan melihat betapa rasa sakit korban yang dirasakan, karena sebuah doktrin “musuh abadi” membuat kebencian terhadap supporter lawan harus dibenci. Rivalitas di Indonesia memang sudat terlewat batas, masyarakat yang tidak tahu menahu pun bisa menjadi korban, missal saat ada sweeping kendaraan di daerah kawasan mereka, contoh plat “x” yang diidikasikan supporter rival maka tanpa segan mereka merrusak kendaraan itu padahal belum tentu yang membawa kendaraan adalah supporter lawan. Saat  Persib v Persija pada putaran I di Bandung  alm Ricko Andrean m
enjadi korban karena salah sasaran dianggap supporter Persija. Saat itu Ricko ingin melerai kerusuhan namun naas sebagai supporter persib dia malah kehilangan nyawa di tangan pendukung Persib sendiri.


            Mengapa korban supporter terus terluang? Pertanyaan itu merupakan peranyan klasik mengenai supporter sepakbola di Indonesia ini. Doktrin yang salah diartikan pun membuat salah satu hal itu terjadi, menanggapi kalimat “…till i die” bukan berate kita harus mengribakan nyawa kita karena sejatinya tak ada yang lebih berharga daripada nyawa  karena nyawa tak sebanding dengan seribu kemenangan. Lebih baik tak ada sepakobla jika nyawa jika membuat seseorang tiada hanya karena gengsi belaka. Rivalitas yang seharusnya adalah 90 menit di dalam stadion selebihnya kita adalah sebangsa dan setanah air walaupun berbeda klub kebanggan bendera kita masih sama, merah putih lagu kita masih sama “Indonesia Raya”. Memaknia rivalitas dalam sudut pandang supporter dalam hal yang positif yaitu dengan saling adu karya dan kreavitas. Fanatik adalah tolak ukur tertinggi untuk mencintai sebuah klub, namun jika sudah sangat fanatic hali itu bisa kelewat batas karena tidak memedulikan nyawa. Kesadaran akan perdamaian supporter harus dimulai dari dalam diri sendiri lalu dapat mengedukasi yang lain, karena perdamaian supporter  akan sangat indah jika semua supporter beradu kretivitas bukan mentalitas.
Penulis: Syukron A

Tidak ada komentar:

Posting Komentar