http://footballscoop.com |
Rivalitas
di Indonesia memang sudat terlewat batas manusiawi, sudah banyak yang meregangkan
nyawa akibat kerusauhan yang terjadi karena mereka rela membunuh demi sebuah
harga diri dan menunjukan eksitensi apalagi jika itu suportert rival.Di laga
PSS vs PSIM korban yang meregang nyawa karena dikroyok sejumlah supporter
merukakan korban yang masih dibawah umur, anak 16 tahun ini harus kehilangan
nyawa karena ulah para supoter yang tidak pandang bulu bahkan di video
penggkroyokan Haringga sirila saat Prsib vs Persija terdapat anak kecil
sekitaran SD/SMP yang ikut menedangai korban yang bersimbah darah, hal itu
seharusnya membuat anak kecil takut atau membuat psikologis anak terganggu
dengan melihat betapa rasa sakit korban yang dirasakan, karena sebuah doktrin
“musuh abadi” membuat kebencian terhadap supporter lawan harus dibenci.
Rivalitas di Indonesia memang sudat terlewat batas, masyarakat yang tidak tahu
menahu pun bisa menjadi korban, missal saat ada sweeping kendaraan di daerah kawasan mereka, contoh plat “x” yang
diidikasikan supporter rival maka tanpa segan mereka merrusak kendaraan itu
padahal belum tentu yang membawa kendaraan adalah supporter lawan. Saat Persib v Persija pada putaran I di
Bandung alm Ricko Andrean m
enjadi korban karena salah sasaran dianggap supporter Persija. Saat itu Ricko ingin melerai kerusuhan namun naas sebagai supporter persib dia malah kehilangan nyawa di tangan pendukung Persib sendiri.
enjadi korban karena salah sasaran dianggap supporter Persija. Saat itu Ricko ingin melerai kerusuhan namun naas sebagai supporter persib dia malah kehilangan nyawa di tangan pendukung Persib sendiri.
Mengapa
korban supporter terus terluang? Pertanyaan itu merupakan peranyan klasik
mengenai supporter sepakbola di Indonesia ini. Doktrin yang salah diartikan pun
membuat salah satu hal itu terjadi, menanggapi kalimat “…till i die” bukan
berate kita harus mengribakan nyawa kita karena sejatinya tak ada yang lebih
berharga daripada nyawa karena nyawa tak
sebanding dengan seribu kemenangan. Lebih baik tak ada sepakobla jika nyawa
jika membuat seseorang tiada hanya karena gengsi belaka. Rivalitas yang
seharusnya adalah 90 menit di dalam stadion selebihnya kita adalah sebangsa dan
setanah air walaupun berbeda klub kebanggan bendera kita masih sama, merah
putih lagu kita masih sama “Indonesia Raya”. Memaknia rivalitas dalam sudut
pandang supporter dalam hal yang positif yaitu dengan saling adu karya dan
kreavitas. Fanatik adalah tolak ukur tertinggi untuk mencintai sebuah klub,
namun jika sudah sangat fanatic hali itu bisa kelewat batas karena tidak
memedulikan nyawa. Kesadaran akan perdamaian supporter harus dimulai dari dalam
diri sendiri lalu dapat mengedukasi yang lain, karena perdamaian supporter akan sangat indah jika semua supporter beradu
kretivitas bukan mentalitas.
Penulis: Syukron A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar